Hidup yang ideal itu setelah lulus sekolah, kuliah, menikah, lalu memiliki momongan. Biasanya paradigma orang memiliki anak itu idealnya adalah 2 orang anak. Tapi tidak jarang juga orang memutuskan untuk memiliki anak hanya 1 atau bahkan ada juga yang memutuskan lebih dari 2. Karena masih menganut pemahaman bahwa banyak anak banyak rejeki. Hmmm.. ya oke, itu mungkin dulu sih. Tapi teman-teman seangkatan saya (karena saya hidup di zaman Milenials) justru mereka lebih comfy memilih punya anak cukup satu saja. Sebenarnya apa kendala dan apa yang menyebabkan orang lebih nyaman memutuskan hanya 1 anak saja? Dan apa pola asuh yang tepat bila kita memiliki anak tunggal?
Di zaman milenial sekarang memiliki 1 anak ternyata ada positif dan negatifnya. Yuk mari sama-sama kita bahas ya.
Kita sedang menghadapi tantangan baru. Dengan meningkatnya kecenderungan masyarakat untuk memiliki anak hanya satu, tantangannya negara akan kekurangan generasi muda. Artinya akan kekurangan tenaga-tenaga produktif di masa depan. Tapi masa sangat lama terjadi di Indonesia, karena rata-rata kelahiran ibu di Indonesia masih belum mencapai target BKKBN, yaitu 2 anak cukup.
Kecenderungan masyarakat memiki anak hanya satu biasanya datang dari mereka yang berpikir modern dan pro terhadap ide-ide modernitas. Ide tersebut diambil atas dasar pertimbangan efisiensi dan efektivitas yang diimplementaskkan dalam pernikahan san soal jumlah pilihan anak.
Jadi memilih anak hanya satu saja lebih kepada alasan logis. Masyarakat lebih mengedepankan perhitungan rasionalitas, dan banyak generasi muda sekarang sangat cause-oriented dan efisiensi finansial dalam kehidupan sehari-hari, termasuk soal pernikahan dan biaya untuk memenuhi kebutuhan anak.
Kehidupan masyarakat modern saat ini memang semakin kompleks, paling tidak ada masalah-masalah yang terjadi seperti finansial, kesehatan, suami dan istri bekerja, supaya lebih maksimal mencurahkan kasih sayang dan supaya bisa memberikan pemdidikam yang terbaik.
Apakah Karena Faktor Kebutuhan Finansial?
Soal finansial masih menempati peringkat pertama. Alasan karena pendidikan yang tambah mahal. Dengan memiliki satu anak saja bisa meringankan beban keuangan domestik.
Selain pendidikan adalagi masalah yang dihadapi zaman sekarang yaitu karena kesibukan dan kemacetan yang bertambah, membuat orangtua menjadi tidak banyak memiliki waktu banyak di rumah. Apalagi jika suami dan istri sama-sama bekerja dan akan menyulitkan untuk membagi eaktu jika memiliki anak banyak.
Ada juga yang beranggapan bahwa dengan memiliki satu anak, jadi bisa mengasuh dan mencurahkan perhatiannya secara maksimal.
Ataukah karena ada faktor masalah?
Lalu alasan lain punya anak hanya satu adalah karena pernikahan dengan pasangan terdapat masalah. Atau ada tekanan dari pihak orangtua. Tekanan dan beban pikiran tersebut akan menimbulkan stres.
Oke, what about the other side? Apakah ada efek negatifnya? Ada, yaitu berupa tekanan dan tantangan baru. Biasanya datang dari keluarga atau masyrakat sekitarnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang bikin kita gerab. Karena masih sebagian orang keluarga ideal adalah dengan memiliki 2 orang anak.
Bagaimana Menentukan Pola Asuh Yang Tepat?
Kalau dari info yang saya baca dari seoranh Psikolog Nna Surti Ariani (atau yang akrab dipanggil Nina), beliah mengatakan bahwa orangtua yang memiliki satu anak, biasanya pola asuh yang diterapkan adalah anak tunggal justru lebih akrab dengan steriotip negatif, jadi lebih egois, manja, gak mandiri sampai ansos.
Atau juga anak tunggal memiliki kepercayaan yang cukup tinggi karena kasih sayang mama papanya hanya untuk milik dia seorang.
Positifnya, anak tunggal yang juga mendapatkan perhatian maksimal dari orangtua cenderung akan lebih berprestasi di sekolah. Jika pola asuhnya benar, orangtua punya waktu lebih banyak untuk terlibat dalam kegiatan belajar anak di rumah. Menurut penelitian, orangtua yang punya waktu cukup untuk menemani anaknya belajar akan membuat anak lebih berprestasi di sekolah. Anak tunggal juga jadi punya banyak waktu untuk sendirian tanpa harus diganggu kakak dan adiknya. Waktu untuk sendiri ini dibutuhkan sebagai momen kontemplasi untuk anak berpikir panjang, menyelami dirinya dan memikirkan tentang lingkungan.
Memiliki anak tunggal terkadang membuat orangtua menumpahkan segala harapan terbaik untuk anaknya, dan menyebabkan orangtua jadi iver protective. Hal ini bisa menimbulkan ketakutan pada anak untuk terpisah dari orangtuanya.
Sebagai orangtua, perlu diingat bahwa kita harus memberikan kebebasan dan keleluasaan pada anak kita supaya anak bisa menjadi dirinya sendiri. Jadi tidak harus selalu merasa berada di dekat anaknya. Tapi ya terkadang orangtua suka menuntut banyak, mengharapkan anaknya bisa jadi yang terbaim dan berharap anaknya tidak melakukan kesalahan.
Pola asuh yang harus diterapkan adalah jangan terus menerus mengucapkan bahwa anak kita adalah satu-satunya penerus keluarga, karena dengan begitu dia akan merasa tertekan. Penting bagi kita sebagai orangtua untuk memberikan kesempatan pada anak untuk melakukan kesalahan, karena ini adalah termasuk dalam proses belajar.
Ajari anak untuk menjadi lebih baik jika orangtua mengajari anak untuk menjadi lebih positif menanggapi kesalahan. Kesalahan itu adalah kesempatan belajar. Dengan melakukan kesalahan, anak jadi tahu apa yang harus dihindari ataupun diperbaiki. Anak kita juga akan merasa diterima oleh orangtuanya.
Lalu kita juga sebagai orangtua harus mencarikan ia teman terutama di lingkungan dimana ia beraktivitas. Atau bisa juga sering datang ke acara keluarga yang banyak sepupu atau anak lain yang sebayanya. Dengan begitu, anak-anak punya waktu untuk bersosialisasi.
Atau bisa juga melakukan playdate bersama anak dan teman-teman kita atau mengikutkannya dengan kegiatan hobby seperti bermain bola, musik, memasak, seni tari dan sebagainya. Selain bisa bersosialisasi dan juga bisa untuk mrngasah keterampilannya.
Stigma anak tunggal tidak bisa mandiri? Hal itu belum tentu benar 100%, tergantung pola asuh orangtuanya. Anak tunggal justru memiliki potensi untuk menjadi mandiri lebih besar karena ia tidak bisa mengandalkan kakak atau adiknya. Jadi secara harfiahnya kondisi ini akan meningkatkan kemandiriannya.
Sebagai orangtua, jika ada masalah, biarkan si anak menyelesaikan masalahnya sendiri terlebih dahulu. Anak perlu diajari melakukan beberapa hal, dimulai dari tugas sehari-hari, seperti mandi dan makan.
Punya anak satu atau banyak sebenarnya bukan masalah untung atau ruginya. Yang paling penting adalah apakah orangtua tahu resiko dari pilihan mereka soal anak tersebut. Karena berapapun jumlah anak yanh dimiliki pasti memiliki resikonya masing-masing. Yang penting adalah kita tahu bagaimana caranya mengasuh anak tunggal.
Punya anak satu, sok monggo aja. Atau mau punya anak lebih dari satu? Sok monggo juga. Yang pasti gak usah ikut-ikutan kata orang, sesuaikan dengan kemampuan yang ada. Yang pasti sebelum memutuskan kita tahu resikonya dan rencanakan secara matang.
So, kembali lagi sesuai tema dan judulnya, jika saya ditanya, punya anak 1 atau lebih dari satu? Maybe saya akan menjawab lebih dari satu. Yes, saya ingin memiliki 2 anak. Itupun atas seijin Yang Maha Kuasa tentunya. Tapi mau punya anak 1 atau 2 sekalipun, saya gak masalah. Saya menikmati semua pemberian Tuhan. Dan soal pola pengasuhan yang tepat bagaimana, yang pasti walaupun nanti saya hanya memiliki satu anak, yang pasti saya ingin anak saya tetap mandiri, dan bisa menentukan pilihannya sendiri. Saya dan suami tergolong orangtua yang open minded. Kami sangat menganut sistem pola asuh demokratis. Yang pasti anak kami haruslah jadi anak yang membanggakan kedua orangtuanya, dan bisa menafkahi istrinya kelak, apapun profesinya 🙂
Semoga bermanfaat ya.
Kayaknya tergantung kemampuan orang tuanya ya,sangguh membesarkan berapa anak. Kalau dua atau lebih dan sanggup dalam hal kasih sayang dan materi rasanya tidak apa-apa, tapi sebaiknya ikut dua anak cukup aja ya, menyukseskan program KB Pemerintah. Salam mba Oline.
Dua saja cukup, Mbak, menurutku. Kalau banyak2, malah kasihan anaknya. Takutnya jadi nggak rata di biaya ini itunya. 🙂
Thanks insightnya ya mak.
Karena ku cuma punya anak 1, rasanya punya anak 2 emng lebih okai.
–bukanbocahbiasa(dot)com–
Aku sih mendingan dua kak Oline jadi ada temen mainnya hehe.
banyak anak banyak rejeki mbak oline hehehe
Dua itu ideal tapi kalau dikasihnya satu itu adalah Anugerah terindah juga. Go oline go…��
Aku sih maunya 3 tp istri bilang cukup ya cukup. Beliau yg berwenang ^^
Semoga Narend segera mendapatkan adik ya Mba. Biar ada teman bermain dan berbagi rasa sebagai saudara
jaman modern banyak hal yang harus dipikirkan sebelum punya anak idealnya memang 2 tapi kalau dikasih lebih atau kurang semua ada rezekinya dan suka dukanya 🙂
kalo aku pribadi menganggap punya anak 2 yang ideal. Karena, di sisi anak, kalo gak punya adik/kakak gak ada 'temen' berbagi/berantem. Punya sodara kandung bisa ngasih kesempatan untuk belajar saling jaga, asih, asuh, dan kalo lebaran/hari raya gak sepiiiiiii hehehhe
Ak sebenernya gak setuju loh mba, banyak anak banyak rejeki. Realistis aja sih aku. Biaya pendidikan skrg gila2an banget. Jadi ak penganut 2 anak cukup.
Aku 3 bersaudara dan rasanya tidak terlalu bnyak atau terlalu sedkit. Sbnernya aku lbh suka anak lbih dr satu, lebih rame aja drumah dan anak bisa belajar untuk berbagi mulai dr lingkungan keluaga.
Pertimbangannya pasti akan berbeda untuk tiap keluarga.
Yang penting sadar dengan pilihan dan bertanggung jawab.
Mau satau, dua, ataupun tiga, semua tergantung kesanggupan orangtuanya aja kalau menurut aku. Berapapun tetap rezeki ☺
Kalau saya cukup dua aja neh. Yang penting anak-anak sehat dan bahagia.
Aku malah pengennya satu aja, entah kenapa :))))