Narend tahun depan ia akan memasuki usia TK. Yang dimana ia akan bertemu dengan teman-teman yang usianya lebih tua dengannya. Walaupun dia masih TK, mungkin orang berpikir ah dia kan masih kecil, tapi bagi saya soal dia TK atau SD, atau bahkan SMP, saya rasa bullying gak kenal usia. Untuk itu saya sangat antusias untuk menghadiri menghadiri sebuah acara talkhow bertemakan bullying. Karena saya ingin mengetahui sebenarnya apa sih yang menjadi penyebab anak bisa membully? Dan gimana solusinya?
Saya pernah kena kasus bully
Kamu percaya gak dulu saya pernah mengalami kasus bullying? 🙂
Kekhawatiran saya terhadap kasus ini timbul saat kasus bully ini marak. Saya ingat betul waktu saya kecil, saat saya masih SD, saya sempat jadi korban bully di sekolah. Kalau gak salah waktu itu saya kelas 5 SD. Saya ingat karena waktu itu saya sudah mengalami menstruasi. Dulu waktu kecil saya itu tubuhnya kurus, kulitnya hitam, rambut panjang, plus jerawatan. Udah kebayang ya perawakan saya? Saya sempat mengalami yang namanya kulit berjerawat sampai parah sekali sampai bertahun-tahun lamanya. Jerawat parahnya hampir semuka-muka. Dan jerawatnya gede-gede semua.
Nah, kalau saya pulang sekolah saat nenunggu mobil jemputan datang, saya selalu menunggu di teras sekolah sendirian. Kenapa sendirian? Karena dulu itu daya anaknya introvert. Jadi kalau mau kemana-mana saya pasti sendiri aja. Karena saya under confidence dengan penampilan saya. Kalau saya mau ke teras itu, saya pasti melewati segerombolan anak-anak yang kawanannya pasti itu lagi, itu lagi. Setiap mereka melewati saya, saya pasti diteriaki JELITA, Jerawat Lima Jutaaa!!! Dan sumpah itu kenceng luar biasa! Setiap saya lewat, pasti saya diteriaki seperti itu. Setiap hari. Diteriaki seakan-akan saya maling aja. Padahal cuma saya jerawatan, gak ngaruh sama kehidupan mereka? Meneriaki seperti itu seakan-akan jerawat itu AIB?
Kejadian itu masih terus membekas sampai sekarang saya dewasa dan punya anak. Itu rasanya pedih luar biasa. Saya pribadi yang tidak bisa membalas. Semua dipendam sendiri. Saya hanya bisa bercerita dengan mama waktu itu. Mama saya bilang, yaudah sabar aja. Gak usah dimasukkan ke hati, namanya juga anak-anak. Begituu terus. Setiap saya diejek, saya menangis, saya selalu mengadu ke mama.
Hingga sekarang saya punya tekad saya gakkan pernah mau jerawatan lagi. Saya akan rela menghabiskan uang berapapun asal saya bisa tampil sempurna. Hingga sekarang saya punya tekad bahwa kalau bisa sekarang saya selalu tampil cantik di mata orang lain. Karena dengan berpenampilan baiklah oranglain akan menghargai kita. Yah this is what I am, seperti yang kamu lihat saya saat ini.
Now I can be more confidence |
Seperti itu. Sesimple itu. 1 kalimat yang gak akan pernah saya lupa, hingga menorehkan luka mendalam sampai seumue hidup. Saya gak mau itu terjadi pada Narend. Memang bullyingnya bukan fisik, tapi perasaan. Justru itu yang saya concern. Untuk itulah saya menghadiri gathering bersama komunitas KEB, talkshow yang membahas bullying, bertemakan Smart Mom, Protect Your Family’s Smile. Nara sumbernya adalah mba Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S. Psi.
Apa itu bullying?
Kalau dari cerita saya diatas kamu udah ada gambaran kan tentang bullying itu apa? Bullying adalah menggunakan kekuatan superior untuk mengintimidasi orang lain supaya melakukan atau memberikan apa yang ia inginkan.
Perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja melibatkan kekuatan yang tidak seimbang, berulang kali atau berpotensi untuk berulang. Jadi di bullying itu sebenarnya indikasinya ada 3, yaitu menyakiti, berulang kali dan disengaja. Jadi ada si kuat dan si lemah.
Bullying itu terbagi menjadi 2, yaitu secara fisik dan verbal. Kalau contoh kasus saya diatas adalah berupa verbal.
Yang paling ditakutkan dari era digital sekarang adalah cyber bullying. Karena cyber bullying itu pembullyan yang gak kelihatan, sangat mudah dilakukan dan terkadang orang suka tidak menyadari bahwa apa yang dilakukannya itu adalah bullying.
Fakta menurut Global School Based Student Health, saat ini 40% siswa yang berusia 13-15 tahun di Indonesia dilaporkan telah diserang fisik di sekolah dalam setahun terakhir. Menurut data dari KPAI, kasus bullying ini termasuk dalam urutan paling atas dari kasus yang diterima oleh KPAI (369 dari 1480 dari tahun 2011-2014). Kasus anak menjadi pelaku bullying di sekolah meningkat sejak tahun 2015. Dan fakta menurut liputan6, sebanyak 84% anak di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah.
Kasus bullying gak hanya semata-mata tentang laki-laki yang kuat atau si perempuan yang lemah. gak pandang gender, tapi lebih kepada mental si anaknya.
Akibat kasus bullying
Apa yang terjadi dampak negatifnya bila si anak menjadi korban dari bullying? Anak bisa putus sekolah, buruknya harga diri, melukai diri sendiri sampai the worst case-nya adalah bunuh diri.
Penyebab anak depresi apa aja?
1. Anak Baru
Biasanya kalau posisinya anak baru, seperti pindah ke sekolah baru, lingkungan baru, sering juga kita temukan akan berpotensial terjadinya bullying. Dulu sih saya juga punya pengalaman pernah pindah ke sekolah baru, saat masuk ke SMA kelas 2. Tapi untunglah saya tidak pernah mengalami bully apapun saat itu.
2. Paling kecil
Kasus bullying terjadi karena ada si kuat dan si lemah. Nah kalau dalam 1 lingkungan posisi anak kita adalah yang paling muda, biasanya bisa berpotensi menjadi korban.
3. Terlihat sangat berbeda
Apa aja perbedaannya? Biasanya kita bisa melihat secara fisik. Misalnya tubuh kita sangat kurus, sangat gemuk, sangat putih, hitam, dan sebagainya. Pokoknya apa saja yang terlihat berbeda secara fisik oleh lawan jenis.
4. Pemalu
Anak yang pemalu biasanya jadi bahan olok-olokan di sekolahnya.
5. Pengikut
6. Berada di tempat dan waktu yang salah
7. Dianggap pengganggu
Dalam 1 komunitas atau lingkungan, biasanya suka ada yang menjadi ketua atau pemimpin geng. Nah, kalau kita berada dalam 1 lingkungan tersebut dan si anak ketua tersebut tidak suka, biasanya ia langsung memanggil teman-teman pengikutnya dan berbalik untuk membullynya.
8. Kurang mampu
Gak hanya secara fisik saja, tapi biasanya anak yang kurang mampu secara ekonomipun biasanya suka jadi bahan olok-olokan.
Ada 3 yang berperan dalam kasus bullying ini, yaitu pelaku, korban dan saksi.
KORBAN BULLYING
Sekarang kita bahas tentang korban bullying dulu ya. Apa yang bisa kita ketahui ciri-cirinya bila anak kita menjadi korban? Biasanya anak kita takut disalahkan, takut diminta menyelesaikan masalah sendiri, yakin tidak bisa menolong, dan dirinya tidak sadar bahwa sudah menjadi korban.
Tanda menjadi korban
So, apa aja yang menjadi tanda-tanda sudah menjadi korban? Pertama, biasanya ada luka atau barang yang rusak tanpa alasan yang jelas. Misalnya contoh kasus, kita tanyakan kepada anak kita saat dia pulang sekolah, untuk ATK nya yang ia sering pakai di sekolah, tiba-tiba hilang, tidak ada di tasnya. Padahal sempat dirampas oleh kakak seniornya di sekolah. Tapi anak kita tidak punya keberanian untuk melapor kepada kita sebagai orangtuanya.
Kedua, pola makan dan tidur anak kita berubah drastis. Yang tadinya pola tidur bisa ontime, tapi malah bisa tidur lebih cepat, atau bahkan larut malam.
Ketiga, tidak mau ke sekolah, nilai pelajaran di sekolah mulai menurun, dan kehilangan minat belajarnya. Selalu takut bila disuruh pergi ke sekolah.
Keempat, punya sedikit teman atau bahkan gak punya teman sama sekali. Lebih cenderung offensive (menarik diri).
Kelima, mudah emosional. Jika permintaannya tidak dituruti, maunya marah-marah dan tantrum.
Keenam, agresif dan terkesan murung.
Ketujuh, menghindari tempat tertentu atau takut sendirian.
Kedelapan, merasa dirinya tidak cukup baik
Kesembilan, minta uang lebih untuk alasan yang tidak jelas.
Kesepuluh, bicara tentang bunuh diri
Kesebelas, tidak mau berbicara tentang sekolah atau teman.
Apa yang bisa kita lakukan jika anak kita menjadi korban?
Pertama dimulai dari mendengarkan permasalahan anak kita. Sadari emosi diri sendiri, bahwa ini adalah emosi anak kita, bukan emosi para orangtua. Seringkali orangtua suka ikut-ikutan marah karena anaknya dibully oleh orang lain. Yang malah berakibat berbuntut jadi masalah yang tambah panjang. Kita juga bisa apresiasi dan tunjukkan perasaan kita kepadanya, bahwa kita berempati padanya. Buatlah anak kita merasa dicintai dan dihargai di rumah. Fokuslah pada bagaimana kita dan sekolah bekerja sama untuk menghentikan kasus bullying
Bagaimana cara membantu anak?
Mau gak mau kita sebagai orangtua harus terbuka terhadap anak. Dan meminta anak juga terbuka dengan apa yang ia rasakan. Dengan sama-sama terbuka kita bisa menghentikan kasus bullying ini. Lalu kita bisa mengajarkan anak kita bagaimana caranya mempertahankan diri. Mengajarkan gak cukup sekali, harus dilakukan berulang-ulang. Ingatlah, practise makes perfect. Teruslah meningkatkan kepercayaan diri anak kita. Dan membiasakan sikap asertif di rumah.
PELAKU BULLYING
Sekarang kita bahas tentang pelaku bullying yuk! Apa sih yang membuat anak kita menjadi pelaku bullying? Kita bahas dulu soal ciri-cirinya ya.
Pertama, anak kita sering berkata kasar. Pahamilah kalau tiba-tiba anak kita sering berkata kasar di rumah, yakinlah di sekolahnya ia akan berbuat hal yang sama juga dengan anak-anak lain.
Kedua, sulit mengontrol amarah.
Ketiga, manipulatif.
Keempat, cepat menyalahkan oranglain
Kelima, gak mau bertanggung jawab.
Keenam, merasa harus menang atau jadi yang terbaik dalam segala hal
Ketujuh, mencari perhatian secara berlebihan
Kalau anak saya jadi pelaku?
Kalau tadi kan bahas soal anak kita jadi korban kan ya, bagaimana kalau anak kita jadi pelaku?
Pertama kita harus berusaha tetap objektif. Berusaha untuk memandang suatu masalah dari kacamata dua sisi.fa, saya tahu, inilah hal yang tersulit, untuk bisa merasa objektif 🙂 Lalu fokuslah pada fakta dari berbagai pihak. Kita bisa mencari tahu dulu dari berbagai pihak, misalnya pihak sekolah, atau kita bisa bertanya kepada teman-teman sebayanya, teman 1 sekolahnya, teman 1 kelasnya atau mungkin dari penjaga kantin. Anggap ini adalah masalah yang serius. Jika sudah tahu anak kita menjadi pelaku, mintalah anak kita untuk meminta maaf kepada korban. Lihat juga, apakah anak korban juga di rumah? Dan ambillah tindakan korektif. Misalnya, kita beritahu anak kita tindakan yang benar itu seperti A, bukan yang B, seperti itu.
Apakah pelaku bisa berubah?
Bisa! Karena ini adalah masalah yang cukup serius, caranya bagaimana untuk bisa anak kita bisa berubah? Pertama kita bisa menerapkan sikap disiplin di rumah. Misalnya anak kita harus on time dengan segala rutinitasnya. Misalnya on time waktunya makan, tidur, bermain, les, dan sebagainya. Lalu kita sebagai orangtua harus bisa meluangkan waktu bersama. Ajak anak beraktivitas bersama kita.
Awasi pergaulan anak kita. Kita wajib tahu anak kita berteman dengan siapa. Siapa juga orangtuanya. Kenali dan kembangkan kelebihan anak. Misalnya anak kita berbakat dalam hal musik, kita bisa mengikutkan dia ke kursus musik. Hargai kemajuan kecil. Misalnya anak kita mendapatkan penghargaan, award atau achievement sekecil apapun, kita wajib menghargainya. Dengan ia merasa dihargai, berarti ia merasa dia dianggap bagian dari keluarga. Lalu kita bisa memberi contoh kepada anak kita bagaimana caranya mengendalikan emosi. Disinilah pentingnya kita sebagai orangtua untuk bersikap sabar.
SAKSI BULLYING
Nah, yang terakhir tentang saksi bullying. Untuk peran yang ketiga ini seperti peran yang cukup berperan penting gak penting. Karena jika kita berkata jujur, terkadang kita bisa kena bully juga oleh pemimpinnya. Biasanya kita tahu anak kita menjadi saksi, dari orangtua anak lain yang bertanya kepada kita, tentang kebenaran sebuah kasus.
So, gimana caranya kalau anak kita ternyata jadi saksi?
Pertama, kita bisa diskusikan dulu secara serius apa dampak dari bullying. Kembali lagi kita ceritakan definisi bullying itu apa dan apa ciri-cirinya kepada anak kita. Bantu anak kita untuk menyadari bahwa menjadi tanggung jawabnya untuk menghentikan bullying. Lalu kita bisa berdiskusi apa yang dilakukan anak untuk bisa membantunya.
PROTEKSI TERHADAP BULLYING
Sudah saya ceritakan semua tentang bahayanya kasus bullying ini terhadap anak kita. Dan inilah yang bisa kita lakukan. Baik dari manajemen emosi, kita harus bisa berempati, bangun pertemanan, penerapan pola asuh demokratif, bisa menyelesaikan konflik dan semuanya itu beririsan dengan rumah. yaitu semua berawal dari rumah, yaitu penerapan disiplin dan pengajaran perilaku anak kita. Bagaimana kita membagi kasih sayang kita kepada anak-anak kita, dan sebagainya.
Ohya, kasus bullying ini gak hanya masalah seputar fisik dan mental aja lho, tapi kasus bullying ini juga bisa berakibat dari kita salah mengatur uang. Jadi kemarin juga acara gatheringnya juga ada pembicara mas Askar dari JOUSKA, bertemakan Yuk, Atur Uangmu! Sebenarnya apa hubungannya kita bisa mengatur keuangan dengan anak kita kena kasus bullying?
Jadi begini, kemarin mas Askar menjelaskan bahwa saat ini kehidupan masyarakat Indonesia kebanyakan berada pada level middle trap income. Jarang sekali yang berada pada posisi wealthy atau makmur (posisi yang dimana uang bekerja untuk dia), sudah tidak memikirkan lagi pekerjaan. Intinya keuangan sudah aman untuk 7 turunan.
Lebih tepatnya kita berada pada posisi middle trap income. Artinya apa? Yaitu kita terjebak pada cicilan dan rutinitas. Misalnya gaji kita 3 juta, ngopinya di coffee shop seminggu sekali. Naik gaji jadi 5 juta, rutinitas ngopi jadi bertambah, jadi 3x seminggu. Naik gaji malah nambah lagi jadi hampir setiap hari.
Lalu soal cicilan, gaji 3 juta, kita mampu beli motor. Gaji 5 juta, kita mampu nyicil Avanza. Gaji 10 juta, kita mampu nyicil Mobilio. Dan sebagainya. Perumpamannya seperti itu. Paham ya? Jadi intinya kebutuhan kita menyesuaikan dengan pendapatan. Tidak ada saving sama sekali. Apa yang kita konsumsi per hari itu apa yang kita dapat dari gaji per bulannya. Lifestyle mengikuti besar kecilnya gaji. Nah, inilah yang disebut kondisi middle trap income. Dan yang terjadi bukanlah pada orang kantoran saja, tapi juga semua lapisan. Kenapa? Karena kebanyakan lifestyle orang-orang Indonesia seperti itu. Lifestyle adalah segalanya.
Mas Askar berpesan, kalau misalnya kita masih hidup dengan kondisi seperti ini, bisa-bisa kita tidak akan pernah mencapai pada level wealthy (kemakmuran). Untuk itulah kita perlu menyadari posisi kita berada dimana saat ini. Bagaimana kondisi keuangan kita? Sehat atau malah tertatih-tatih, gajian hanya menutupi cicilan?
Disini juga kita pentingnya belajar mengelola keuangan, salah satunya kita harus memiliki asuransi. Asuransi sifatnya adalah sebagai proteksi. Salah satunya kamu bisa memilih asuransi dari Sinarmas ini. Sama halnya kita menghadapi kasus bullying tadi. Kita bisa memiliki proteksi diri terhadap kondisi kita. Terutama pentingnya asuransi jiwa terhadap yang bekerja di rumah.
So, kembali lagi, apa hubungannya dengan kita belajar tau banyak soal kelola keuangan dengan bullying? Dengan kita mengajarkan keuangan kepada anak kita, secara otomatis membuat anak mampu berpikir secara logika sehingga ia lebih percaya diri dalam menghadapi teman atau oranglain.
Semoga apa yang saya sharing bisa bermanfaat ya. Ternyata dengan kita membangun good relationship dengan anak kita, efectnya itu bisa jangka panjang ya. Semoga kita bisa menjadi pribadi khususnya orangtua yang mawas diri, bisa menahan emosi, open minded terhadap anak kita, jadi pribadi yang penyabar, agar anak kita tidak menjadi korban ataupun pelaku dari kasus bullying ini.
Jangan biarkan anak kita menjadi korban ataupun pelaku bullying ya