Oline%2Bdan%2BYani%2B%25285%2529.jpg

Jual Nomor Telepon Demi Rupiah Part I

Cerita di bawah ini adalah jujur apa adanya. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Dan saya cerita disini bukan untuk menjelek-jelekkan mantan rekan kerja saya atau demi iklan atau apapun. Pure ini curhatan kemarahan saya.

Maaf sebelumnya kalau nanti ceritanya agak panjang ya


Kamis, 18 Juni 2015

Hari itu tiba-tiba saya di WA oleh teman saya (mantan rekan kerja di kantor lama), singkat cerita, dia menanyakan apakah saya mau direkomendasikan untuk menerima voucher hotel gratis? Alasannya karena suaminya tidak bisa. Awalnya sih saya fine-fine aja, saya memang tidak ada perasaan curiga sedikitpun. Saya tanya apa yang menjadi kewaiban saya atas voucher itu? Ataukah harus menghadiri acara atau gimana? Dia bilang, saya cukup menghadiri acara pameran selama 90 menit saja, nanti akan diberikan voucher hotel secara gratis.
Senangkah saya? Tentu tidak! Saya malah curiga. Pasti ada udang dibalik batu.
Oke. Cerita saya lanjutkan.
Dari kata-kata awalnya saya harusnya curiga ya, bahwa dia ini seperti menawarkan sesuatu seperti semacam tehnik marketing gitu yah? Tapi saya belum ada perasaan apa-apa. Hingga saya bertanya kepada suami, bagaimana sebaiknya menyikapi hal ini? Karena jujur aja, hati ini sebenarnya gak mau terima, karena pertama, saya bukan orang yang fakir voucher hotel atau kepengenan banget dapet voucher. Lalu kedua, saya curiga, segala sesuatu di dunia ini gak ada yang gratis kan yah? Jadi pasti apa-apanya. Tapi saya tepis semua anggapan itu.
Akhirnya saya bertanya kepada suami, dan suami saya menyuruh saya untuk menolaknya saja. Karena pasti ada apa-apanya ini. Tapi saya bandel, dan tetap mengiyakan tawaran si teman saya ini (sebut saja inisial M).
Saya copas saja ya percakapan saya dengan dia, supaya tidak ada kesalahan ya.

Di percakapan terlihat jelas bahwa saya menolak nomor telepon saya untuk diberikan. Saya sudah bilang bahwa saya punya kasus dengan orang Fitness xxx. Oke fine, sampai disitu saya fikir dia punya akal sehat, bisa membaca message saya dengan baik, dan dia mengerti bahwa saya tidak mau direkomendasikan.
Oke. Selang 30 menit kemudian, saya mendapat sebuah telepon dari mba Tika.
Tika : Halo, selamat siang, saya Tika dari xxxvacation Club.  Saya mendapat rekomendasi nama Ibu dari Ibu M. Katanya Ibu temannya si Ibu M ini ya? (Sengaja namanya saya samarkan nanti malah jadi iklan disini)
Saya : iya betul. Maaf ini darimana?
Tika : Saya dari xxxvacation Club bu (saya gak terlalu jelas dengar namanya, saya fikir dari Indosat). Oke fine, akhirnya saya menanggapi dengan perasaan positif
Saya : oke. Lalu?
Tika : iya ibu, ibu M merekomendasikan ibu untuk memakai vouchernya karena ibu M berhalangan.
Saya : berhalangan gimana maksudnya?
Tika : iya, katanya suaminya ibu M sering pergi-pergi keluar kota, jadinya gak bisa pakai vouchernya. Jadinya direkomendasikan ke ibu deh. Tika juga bilang ke ibu M, sayang kalau gak dipake kan yah, padahal masa periodenya selama 6 bulan ke depan ibu. Nanti kan ada libur lebaran, libur Natal, libur akhir tahun. Kan bisa dipakai kan yah? Tapi ibu M tidak mau. Karena suaminya tidak bisa.
Saya : memangnya hotelnya apa aja mba?
Tika : banyak bu, ada di Lombok, Pangandaran, Dst (saya gak terlalu mendengarkan)
Saya : terus?
Tika : iya, tapi ada syaratnya ibu, ibu harus hadir ke acara pameran selama 90 menit, nanti kita ada peluncuran apartemen baru ibu. Jadi nanti di akhir pameran ibu akan mendapatkan sebuah voucher hotel untuk menginap 3 hari 2 malam.
Saya : Sorry, tadi hotel-hotelnya dimana aja mba? Minta tolong disebutkan lagi mba?!
Tika : nanti akan ada keterangannya kok bu kalo ibu udah terima vouchernya. Gimana ibu? Untuk jam pamerannya ada di hari sabtu dan minggu ibu. Jam 3 dan 7 malam. Di Hotel hor*** Bekasi. Ibu tau kan yah Hotel Hor*** samping MM?
Saya : Iya saya tau. Ini maksudnya saya harus dateng jam 3 sampai jam 7 malam gitu?
Tika : Gak bu, ibu cukup dateng per 1 sesi saja. Minimal 90 menit saja ibu hadir disitu. Sudah langsung dapat voucher. Tanpa diundi ya bu. dan Tika tegaskan disini kita tidak ada penjualan produk ya bu, murni hanya pameran saja. Gimana bu?
Saya : Maaf ya mba, saya gak bisa main putuskan saja. Saya tanya dulu ke suami saya.
Tika : Oh boleh. Memang sebaiknya begitu bu. Karena nanti Tika mengharapkan ibu datang berdua dengan bapak. Jadi sebaiknya didiskusikan dulu untuk jam kehadirannya ya bu. Jam berapa lagi Tika harus telpon bu?
Saya : (karena saat itu hari jumat) habis sholat jumat saja ya mba, jam 1.
Tika : oke baik bu. Nanti jam 1 Tika telpon lagi ya bu?
Saya : iya.
Tika : makasih banyak ya bu.


Pukul 14.00 WIB.
Mba Tika ini telpon kembali. Singkat cerita dia menanyakan kesediaan waktu saya dan suami.

Satu point percakapan yang harus saya tekankan, dia sempat bertanya

Tika : Mohon maaf sebelumnya ya bu, untuk menyamakan datanya saja, untuk penghasilan ibu berdua bapak berapa ya bu? Diatas 15 juta atau dibawah 15 juta?

Saya : Emangnya buat apa mba? Pake nanya-nanya jumlah gaji saya dengan suami?

Tika : Untuk menyamakan data saja ibu. Takutnya disana dengan yang di telepon beda. Dan nanti jika ibu penghasilannya diatas 15juta, ibu akan mendapatkan fasilitas kamar VIP pada vouchernya.

Saya : VIP?

Tika : Iya ibu. Lumayan kan?

Saya : Iya, saya diatas 15juta. (Saya bilang aja 15 juta. Karena dia bilang saya akan dapat kamar VIP). Padahal kenyataannya belum tentu benar penghasilan saya diatas 15juta atau tidak.

Tika : Alhamdulillah. Kalau gitu saya catat 15juta ya bu. Kalau begitu sampai bertemu hari Sabtu ya bu. Terima kasih banyak.

Singkat cerita, sesaat si mba Tika ini telepon, saya langsung bergegas telepon dan menceritakan kepada suami saya. Saya insist menceritakannya segera padahal saat itu suami saya lagi meeting 🙁

Sebenarnya suami saya sih sudah aware, ada yang aneh saat pertanyaannya sudah menjurus ke jumlah penghasilan. Ini kan crutial banget?! Harusnya dari awal saya curiga! Tapi saya masiiiih aja lempeng nih pikiran. Dodol! 🙁

Setelah mendengar cerita saya, suami saya langsung gak interest. Dan sudah menyuruh saya untuk menolaknya. Tapi karena saya ceritakan berbagai alasan dan saya masih berpikiran positif, akhirnya tanpa debat panjang lebar, suami saya akhirnya mengiyakan juga.
So, keputusannya saya dan suami datang di sesi hari sabtu pukul 7 malam sekalian buka puasa disana. Alasan saya mengiyakan tawaran si mba Tika ini, karena saya berpikir saya biasa terima penawaran seperti ini di acara-acara blogger. Dan saya anggap ini lumrah dan normal saja.
Sabtu, 20 Juni 2015
Malam hari ini saya sengaja mengosongkan jadwal saya untuk hadir ke acara ini. Padahal saya ada undangan makan malam blogger di daerah Jakarta. Dinner dengan suami juga akhirnya terpaksa saya batalkan. Karena saya sudah terlanjur bikin janji dengan si mba Tika ini. Bukannya saya sok sibuk, tapi setiap weekend saya hampir tidak pernah ada di rumah. Jadwal saya selalu padat saat weekend. Jadi memutuskan mengcancel acara lain dan memutuskan hadir ke pameran di Horison ini adalah amazing buat saya.
Saya sengaja berangkat jam 5 sore dari rumah, berangkat lebih awal, karena saya tau traffic di Bekasi kalau pas jelang puasa macetnya parah di seputaran Galaxy situ. Yasudah saya putuskan berangkat awal saja.
Sampai di Hotel Horison tepat pukul 17.39 WIB. 10 menit lagi waktu berbuka. Akhirnya saya dan suami memutuskan untuk buka puasa dulu di parkiran. Saat itu saya mengajak Narend. Karena saya pikir di Hotel pasti ada makanan untuk Narend. Jadi sekalian juga ajak Narend jalan-jalan.
Pukul 18.30 WIB, akhirnya kami naik menuju ruang Cikurai lantai 3. Karena masih ada waktu untuk sholat maghrib, akhirnya kamipun sholat dulu. Bukannya kami niat banget datang kepagian jam 18.30, hanya saja saya berpikir kalau ada acara makan-makan dan pameran pastinya gak bisa digabung keduanya. Jadi saya terlalu inisatif datang lebih awal supaya tidak mengganggu acara pamerannya nanti. Kebiasaan jadi blogger selalu datang lebih awal, ternyata gak bisa diterapkan untuk semua acara.
Oya, sebelum masuk, saya registrasi dulu di meja depan. Eh….tapi, ini kok aneh ya registrasinya, saya disuruh mengisi data dulu seperti nama, alamat, no telepon, penghasilan gabungan, dan yang lebih aneh terakhir mereka pinjam kartu kredit untuk diperlihatkan saja expired datenya. Saya isi formalitas aja. Tidak terlalu lengkap.
Saya sudah bilang kalau saya tidak punya kartu kredit. Yang punya suami saya. Saat itu suami lagi jaga Narend yang lagi lari-larian di lantai bawah. Tapi si mba-mbanya insist meminta saat ini juga. Akhirnya dengan nada agak keras, “NANTI YA MBA. TADI KAN SAYA BILANG SAYA GAK PUNYA KARTU KREDITNYA. ADA DI SUAMI.”
si mbanya langsung tanya lagi, “Sekarang kartunya ada bu?” 
Langsung saya jawab, “YA DI SUAMI SAYA MBA. LIAT DONG SUAMI SAYA LAGI NGAPAIN ITU? JAGA ANAK SAYA KAN ITU DI BAWAH?!”
Dia langsung menjawab, “Oh oke. Baik bu saya tunggu”
(doh pengen gue tampar aja bawaannya ni si mba-mba ini).
Selesai bawa jalan-jalan Narend, akhirnya saya langsung minta kartu kreditnya ke suami. Tapi suami langsung curiga, ngapain diminta diperlihatkan kartu kredit mi? Pasti ini ada apa-apanya. Lebih baik kita pulang aja! (Bisik suami agak keras kepada saya). Tapi lagi-lagi saya masih berpikiran positif.
Beberapa saat kemudian saya disambut dengan salesnya, yang bernama Ochi. Ini nama panggilannya. Saya gak tau nama aslinya. 
To be continue ya…

Bersambung ke Part II

Tags: No tags

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *