Marah. Semua orang pasti pernah marah. Karena kita sebagai manusia pasti punya emosi.
Ada yang bilang setelah punya anak, kesabaran kita sebagai ibu akan bertambah seiring jalannya waktu. Saya sih baru ngejalanin hampir 1 tahun punya anak. Tapi kesabaran saya kok malah menipis ya? Saya sadar bahwa menjadi ibu bukanlah hal yang mudah. Kudu punya stock kesabaran ekstra. Saya masih dalam proses belajar bagaimana menjadi seorang ibu yang bijak dan sabar. Oleh karena itu saya memutuskan untuk ikut di acara yang diusung oleh Mommies Daily yang bertemakan MDLunch, yang mengambil topik ‘Menjadi Ibu yang Lebih Sabar’ bersama sang mba Putri sang psikolog.
Doc : Google |
Hari itu, Kamis 29 Januari 2015 sebenarnya saya sedang tidak enak badan, kepala pusing gak karu-karuan, hidung meler terus-terusan (maklum nular dari Narend) yang sedikit membuat saya ragu, datang atau tidak yah? Tapi karena saya sudah terlanjur bikin commitment untuk hadir, ya sudah saya paksakan untuk hadir. Kebetulan lokasinya gak jauh dari rumah, di seputaran bekasi, tepatnya di De Lekker Cafe Bekasi Square.
Saat itu saya hadir pukul 11.10 WIB. Waah acara sudah dibuka dan dimulai. Bentuk acara ini bukan seperti talkshow besar pada umumnya. Karena terbatas cuma 15 orang saja, jadi modelnya seperti forum discussion aja dengan meja panjang.
Sambil saya memesan makanan dengan form yang sudah diberikan oleh MD, saya menyimak pembahasan yang dibahas oleh mba Putri. Jadi orangtua khususnya ibu memang unik yah. Dari permasalahan-permasalahan yanh diajukan oleh para peserta, saya jadi banyak tahu bagaimana pola tingkah laku anak-anak yang crangky, gak mau diatur, yang rewel bikin malu di mall, semua yang bikin kita ngurut dada 😀
Mba Putri menjelaskan kalau bisa kita sebelum marah kepada anak, dipikir lagi, apakah kita perlu marah atau gak? Jangan sedikit-sedikit kita ngomel kepada anak. Emang sih bikin emosi, tapi kan namanya anak-anak memang dunianya penuh dengan eksplorasi. Pengennya serba tahu. Nah tinggal kita sebagai orangtua yang harus bisa menjelaskan.
Kalau bisa marah kepada anak, marahlah yang baik, tepat pada sasaran. Agar mereka tahu dimana letak kesalahan mereka. Jika cukup hanya diajak diskusi yasudah lakukan metode itu.
Bisa juga dilakukan metode negoisasi. Misalnya kalau anak kita maunya main. Sementara sudah masuk jam tidurnya dia. Nah, kita bisa negoisasi ke mereka, “Kamu mainnya 10 menit lagi aja ya? Besok kamu sudah harus sekolah” Untuk beberapa anak mungkin berhasil. Tapi untuk anaknya mba Adisty (Bumi contohnya) karena keseringan pakai metode ‘negoisasi’ akibatnya si anaknya malah negoisasi terus, “Bun, mainnya 10 menit lagi ya.” Giliran sudah 10 menit, “Bun, 10 menit lagi ya” Terus menerur sampai akhirnya gak tidur-tidur 😀
Nah kalau kayak gitu, kita bisa pakai metode lain. Misalnya kita bisa bekerjasama dengan suami untuk menyuruhnya masuk kamar dan mengkondisikan kamar untuk siap tidur. Ajak diskusi bahwa jika ia tidak tidur sekarang, bisa-bisa dia terlambat ke sekolah. Lakukan terus menerus. Emang sih gak gampang. Tapi kalau kita melakukannya tiap hari dan berulang-ulang bisa jadi solusi.
Mba Putri juga menjelaskan bahwa anak itu paling tidak suka bila kita terlalu banyak bicara. Makanya ada anak yang lebih sering dekat kepada ayahnya. Kenapa? Karena ayahnya jarang di rumah dan jarang bicara. Yaiyalah yang lebih sering berhadapan tiap menit kan ibu (pikirku dalam hati) 🙂 Jadi kalau bisa kita terapkan sedikit bicara tapi banyak action. Supaya dia bisa segan kepada kita.
Kalau bisa, berikan sedikit ruang waktu untuk kita bisa ‘me time’. Me time untuk diri kita sendiri dan me time untuk si anak dengan ayahnya. ‘Me time’ itu perlu (banget) lho. Biarkan anak kita bermain dan dekat dengan ayahnya sewaktu-waktu. Selain ayahnya bisa merasakan bagaimana mengurus anak, akan ada bonding juga antara ayah dan anak.
Memberikan pembelajaran kepada anak gak melulu berujung pada kekerasan fisik seperti memukul, atau sekedar menyentil tangannya, dan sebagainya. Tapi kita ajak diskusi dan berikan analogi-analogi yang membuatnya berpikir. Anak juga manusia lho. Gak harus memukul kok. Terkadang diajak diskusi seperti kita diskusi pada orang dewasa aja mereka bisa mengerti.
Anak itu paling gampang mencontoh perilaku ayah ibunya. Jadi kalau kita gak pengen anak-anak kita jadi tempramental atau yang egosentris, dari sisi orangtuanya dululah yang harus
Waktu menunjukkan pukul 12.30. Saatnya makan siang. Dan menu makan siangpun segera dihadirkan. Saat itu saya memesan Nasi Rawon plus telor asin. Rasanya liat menunya bikin menggugah selera saya. Apalagi saya lagi gak enak badan begini, butuh yang hangat-hangat 🙂
Di sela-sela sesi makan siang para peserta juga diberikan kesempatan untuk konsultasi dan bertanya. Nah saya sempat bertanya, “Kapan sih kita mengaijarkan untuk minta maaf ke anak?” Mba Putri menjawab, “Saat anak kita sudah bisa bicara. Sudah bisa diajak diskusi.” Bukan cuma kepada kita saja minta maafnya, tapi kepada siapa saja orang dewasa jika ia melakukan kesalahan.
Sayapun sekarang seperti itu terhadap Narend. Jujur terkadang saya suka kelepasan ngomong kasar, atau membentaklah, atau apapun karena kelakuan Narend yang menjengkelkan. Saya tahu, perjuangan saya menjadi Ibu baru bisa dihitung pakai jari bila dibandingkan dengan para mommies diluar sana yang sudah punya anak lebih dewasa daripada saya, yang jam terbangnya lebih banyak. Tapi inilah proses belajar buat saya. Setelah saya membentak Narend, kok rasanya nelongso yah? Saya jadi merasa bersalah. Saya tahu Narend belum mengerti. Kalau sudah begini daddynya lah yang meredakan emosi saya. Emosi saya tuh terkadang agak susah dikendalikan 😀 Setelah saya sadar saya salah, saya langsung minta maaf kepada Narend. Saya tahu Narend belum mengerti. Tapi saya percaya, suatu saat kejadian ini akan menancap di pikirannya dan menjadi pola pikir bahwa kalau salah ya harus minta maaf. Thats it.
Perjuangan saya menjadi seorang ibu masih sangat panjang. Saya masih terus belajar. Menjadi ibu itu adalah tugas yang mulia yang tidak akan pernah absen. Karena menjadi ibu adalah seumur hidup. Yang pada akhirnya kita akan bilang kepada anak kita semua yang ayah ibu lakukan adalah hal yang terbaik untuk kamu. Mau kami marah itu karena kami sayang sama kamu. Semoga saya bisa menjadi ibu yang untuk Narend, atau mungkin untuk adiknya Narend kelak 😀 amin insyallah
Acara MDLunch ditutup dengan foto bersama.
Ketemu Aya and Eggy temen 1 group mommies Bekasi disini 🙂 |
ngajarin anak minta maaf itu pening banget,makaish mak sharingnya 🙂
Terimakasih mbak,, ini sungguh membantu.. meski belum berkeluarga tapi bisa saya share dengan kakak-kakak saya yang anaknya masih kecil-kecil he
Thankieeess Mak. Kalo di Sby MDLunch temanya tentang milih alat2 bayik. Hiks, daku enggak belonging sama sekali mak. Kalo tema MDLunch yang ini, duuuuh ini penting bingits bwt ortu sumbu pendek macam dirikuh 🙁
makasi mak.. nambah ilmu lagi 🙂
salam kenal ya
stylediaryofmilkteabunda.blogspot.com
mariii sama2 nambahin stok sabarrr
Baru mampir udah suka sama tulisannya 🙂
fikrimaulanaa.com
Soal sabar, aku banyak belajar dari mamaku, Oline. Terutama saat anak-anak lagi sakit. Mamaku selalu mensugesti aku kalo anak kita sendiri tentu tidak pengin sakit. Mereka rewel karena mereka merasa tidak nyaman, namun mereka belum bisa mengungkapkannya secara verbal (dengan baik). Berbeda dengan orang dewasa. Bisa bilang sakitnya di sini karena begini, dst. Bahkan, ada juga orang dewasa yang rewel saat sakit. "Fokus pada kesembuhan anakmu. Obati dia. Bukan pada kondisi capek tubuhmu," begitu kata mamaku. Dan, Mama memberikan contoh, bukan sekadar bicara. Numpang share. 🙂
*lanjut lagi* Jadi, maksud mamaku, kalo aku fokus terus-menerus pada kondisi capek tubuhku, maka aku akan terus-menerus mengeluh pula. Lebih baik energinya dipakai untuk fokus pada kesembuhan anak. 🙂
memang tidak mudah maak..tapi seiring waktu biasanya kita akan ketemu kuncinya..aku pun masih terus belajar untuk jadi ibu yang sabaaar 🙂