THR.jpg

Ini Ceritaku tentang THR

Kalau tiap tahun di penghujung bulan Ramadhan, selain hari raya Lebaran, apa sih yang paling orang tunggu-tunggu? Yap, THR! Atau Tunjangan Hari Raya. Ada yang sudah terima THR? Saya malah membagi-bagikan THR nih 🙂

THR menurut perhitungan gaji adalah sebenarnya gaji kita bulan ke-13. 
Dan akan diberikan paling lambat 1 minggu sebelum hari raya. Ada yang langsung membelanjakan uangnya, ada yang langsung dibayarkan buat cicilan. Ada yang langsung ganti mobil *cihuyy*.. ada yang langsung beli perabotan rumah yang baru, dan sebagainya. Tapi saya punya cerita sendiri tentang THR 🙂

Source : Google
 Hayoo ngaku, THR biasanya ada yang langsung dibayarkan buat cicilan kaaan? 🙂

Dulu saat saya masih berstatus single dan karyawan, setiap terima THR, biasanya saya langsung berikan kepada orangtua, dibelanjakan dan sisanya saya tabung. Untuk jumlah prosentasenya, biasanya yang paling besar adalah di bagian belanja. Yes, belanja untuk kebutuhan pribadi. Yahh ..namanya juga masih single, pastinya gak jauh-jauh ya buat belanja baju and sepatu. Yang paling menyenangkan di status saya ini adalah, saya bisa menerima gaji atas keringat saya sendiri, plus menerima THR yang bisa untuk membantu orangtua :)))
Tapi sayang, jaman-jaman euphoria itu tidak berlangsung lama, saya justru punya kisah sedih dibalik THR. Saya pernah di PHK oleh salah satu perusahaan swasta tempat saya bekerja, justru sesaat sebelum terima THR. Masa-masa yang seharusnya indah, ternyata harus musnah 🙁 Dan sayapun jadi tidak punya alokasi dana untuk diberikan kepada orangtua saya. Waktu itu saya ingat benar, orangtua saya sedang berkekurangan uang. Hikss.. Tapi yah sudahlah. Mungkin ini sudah jalannya Tuhan. Jadi ya legowo aja 🙂

Lalu saya berlanjut pindah ke perusahaan lain. Dan euphoria itu bisa saya rasakan kembali. Sayapun bisa menyisihkan kembali sedikit dari THR saya untuk tabungan dan orangtua. Alhamdulillah saya bisa membeli gadget dan mobil dari hasil tabungan THR saya. Saya jadi punya tabungan untuk dana darurat, punya tabungan juga untuk menikah.

Tapi saya hanya mengecap status sebagai karyawan selama 4 tahun. Selanjutnya saya resign dan memutuskan menjadi full entrepreneur dan ibu rumah tangga. Setelah saya resign, dan sekarang berstatus entrepreneur, justru saya punya kewajiban untuk memberikan THR kepada karyawan-karyawan dan asisten saya. Khususnya asisten rumah tangga. Wahh.. jadi beda banget deh rasanya. Yang tadinya saya mempunyai hak untuk terima THR, sekarang saya justru punya kewajiban untuk memberikan THR 🙂
Tapi sekarang saat saya sudah berumah tangga, sudah ada suami dan anak, keadaan ternyata berubah, dan sangat-sangat berbeda kondisinya saat saya masih single dan berstatus karyawan. Terasa banget. Yang tadinya prosentasi terbesar ada di belanja, sekarang jadi terbalik. Yaitu untuk ditabung. Yess…  Saya punya kewajiban untuk bisa menyisihkan sebagian dari uang THR untuk keperluan pendidikan anak saya. Malahan justru prosentase di belanja menjadi nomor yang ke sekian 🙂 Dulu prosentasi belanja bisa sekitar 30%, sekarang saya alokasikan menjadi belanja di 10%, dan tabungan 30%. 
Ternyata teori yang mengatakan, anak adalah nomor satu ternyata benar adanya 🙂
Dari semua kisah saya yang saya alami, yang paling berkesan justru saat saya seperti sekarang yaitu menjadi entrepreneur. Bagaimana saya harus bisa memenuhi kewajiban sebagai owner, ibu rumah tangga, sekaligus istri yang cerdas. Istri yang cerdas harus bisa mengelola uang ‘suami’ dengan bijak. Bijak di pengeluaran, bijak juga untuk ditabung. Saya punya prosentasi dan perhitungan yang detail tentang penggunaan dana THR. Biasanya saya alokasikan untuk budget kurban, tabungan dana darurat, cicilan, belanja lebaran, hiburan dan juga disisihkan sebagian untuk orangtua.

Alhamdulillah karena saya sudah terlatih untuk bisa mengalokasikan dana, sampai sekarang saya bisa mempunyai tabungan sendiri, masih bisa bersedekah dan juga bisa dipakai untuk hiburan.

Yah, apapun kondisimu, kalau kita bisa menggunakan arti THR yang sesungguhnya, pasti post keuangan kamu tidak akan pernah mengalami defisit ataupun masalah. Belajar dari ilmu financial planner juga nih 😀

Ini ceritaku, bagaimana dengan kamu? 🙂
Tags: No tags

One Response

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *