Seperti Apakah Kebebasan Berekspresi di Filipina ?


Kebebasan berekspresi adalah kebebasan untuk menuangkan isi pikiran tanpa dibatasi oleh peraturan pemerintah, tentunya sesuai dengan norma-normal yang berlaku di tiap negara. di ASEAN tiap negara mempunyai policy masing-masing mengenai kebebasan berekspresi, ada yang menentang pers, juga ada yang pro dengan pers, memang sih semua tergantung dengan pemerintahan terutama kepala negaranya.

Sebagai seorang Blogger tentunya kita selalu berusaha menuangkan apa yang ada dipikiran kita, dan kita biasa menulis sesuai dengan cara dan gaya bahasa masing-masing terutama juga tema apa yang kita tulis di artikel yang kita buat. Apalagi jika akses media blogging terbuka lebar, bisa diakses siapa saja dan kapan saja.

Kebebasan berekspresi di Fiipina

Pada tangal 3 Mei lalu, kita atau khususnya Jurnalis Filipina merayakan “World Press Freedom Day” atau Hari Kemerdekaan Pers Dunia. Namun perayaan tahun ini di Filipina tidak semeriah negara-negara lain dimana dekat dengan tanggal 3 Mei terjadi insiden yang bernama “Ampatua Massacre” atau pembantaian Ampatua, dimana di Barren Hill meninggal sekitar 57 orang, dimana 32 orangnya adalah jurnalis. Bahkan sejak tahun 1986, telah tercatat sebanyak 151 awak media meninggal sejak demokrasi di Filipina berjaya.

Dewan Pers di Filipina, Natioanl Union of Journalists of the Philippines (NUJP) mengatakan bahwa Filipina adalah negara ke-3 paling berbahaya bagi para jurnalis. Bahkan pada pemerintahan presiden Aquino Juni 2010, tercatat 11 awak media dilaporkan meninggal, bahkan presiden sampai menyalahkan awak media akibat meninggalnya 11 awak media itu. Sampai-sampai kutipan dari NUJP “We have a president who had the gall to ask advertisers to shun media outfits he considers prone to sensationalism, who blames media for his administration’s shortcomings and demands they highlight only the positive” bahwa presiden mengatakan bahwa media membesar-besarkan berita ini dan menyalahkan soal prosedural.

Apakah pemerintah Filipina pernah menangkap Jurnalis ?

Kalau di Indonesia mungkin kita mengenal Munir sebagai wartawan senior yang ditangkap oleh pemerintah Indonesia. 
 
Nah kalau di Filipina, kasus yang terkenal adalah Edgardo Maliza, yang ditangkap Maret 2011 karena mengkritik Ernesto Adobo (Direktur dari Kementrian Lingkungan Hidup di Filipina), kasus ini terjadi saat Maliza masih menjadi editor dan publisher dari Azilam Review, dimana artikelnya mengkritik Adobo soal kesalahan penggunaan dari sertifikat pemerintahan.
Lalu yang masih panas, bulan April 2012, Albert Loyola (Penyiar dari Radio dxRJ) ditangkap karena tuntutan Chonilo Ruiz (Walikota provinsi Lanao Del Norte), dan akhirnya dibebaskan beberapa bulan kemudian setelah mengurangi frekuensi kritik dan mengedit artikel yang dipostingnya.
Apakah ada peraturan di Filipina yang membatasi soal Jurnalistik ?
Secara umum, pemerintah Filipina tidak memiliki peraturan khusus untuk jurnalistik, tapi sayangnya Peraturan tentang Keamanan Nasional tahun 2007 digunakan oleh pemerintah membatasi hak-hak jurnalis dan akses ke sumber berita. Dan parahnya, saat pemerintahan Arroyo, mengesahkan Executive Order 608 yang berguna untuk membatasi informasi.
Apakah Filipina termasuk negara yang memberikan kebebasan mengakses informasi ?
Bisa dibilang iya, tau gak sekitar 29 persen populasi di Filipina mengakses internet, dan alhamdulillahnya pemerintah tidak membatasi penggunaan socmed seperti Facebook, Twitter, LinkedIN, sampai Youtube. 
Kemudahan untuk mendapatkan informasi sudah menjadi hak setiap warga negara, serta karena setiap orang unik dan kreatif maka tiap orang bisa bebas berekspresi baik dalam tulisan, lagu sampai video di Youtube. MAJU TERUS SISTEM INFORMASI ASEAN.
Tags: No tags

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *