Wilda%2BYanti%2B01.jpg

Wilda Yanti The Local Heroes, Si Ratu Sampah From Zero to Hero

Local Heroes. Kalau ada yang bertanya kepada kamu “Siapa sih local heroes kamu?“, saya yakin banyak dari kamu yang menyebut nama pahlawan nasional seperti Imam Bonjol, Kartini, namun saya juga yakin beberapa dari kamu akan menyebutkan nama orang yang kamu kenal sekarang dan mempengaruhi hidup orang lain. Buat saya, Local Heroes atau Pahlawan Lokal adalah orang yang memiliki wawasan global, peduli terhadap orang lain dan lingkungan serta mampu berinovasi terhadap perubahan namun yang terpenting, mereka mampu membuat perubahan di lingkungannya serta mampu memotivasi orang-orang disekitarnya untuk bisa maju.

Siapa local heroes menurut kamu lin ?

Namanya Wilda Yanti, pertama kali mengenalnya waktu itu dia adalah salah seorang peserta IWPC (Kompetisi Wirausaha yang diadakan oleh Womenpreneur Community) sekaligus saingan saya waktu di kompetisi wirausaha, sekarang mba Wilda sudah menjadi teman, sahabat sekaligus konsumen loyal saya. Saya tertarik untuk menuliskan perjalanan bisnisnya mba Wilda karena beliau adalah seorang yang belum dikenal orang banyak tapi keberadaannya cukup membawa dampak bagi seluruh warga Indonesia, selain itu karena beberapa waktu lalu saya sedang menonton tayangan salah satu TV Kabel yang menayangkan salah satu profile Local Heroes asal negara mereka, jadi kepikiran kalau negara lain punya local heroes, kenapa saya tidak menampilkan local heroes di blog saya.

Cerita sedikit flash back mengenai backgroundnya ya. Maaf agak panjang ya, harus saya tulis semua karena aseli keren banget! 🙂
Backgroundnya mba Wilda

Mba Wilda adalah seorang perantau, aslinya dari Sumatera Barat, dia ingat betul saat datang ke Jakarta pertama kali yaitu hari Jumat, tanggal 14 Agustus 1998. Tujuan pertama saat tiba di Jakarta adalah kuliah. Setelah mencari-cari akhirnya ia memutuskan untuk kuliah di Universitas Bina Nusantara (Binus) dan mengambil jurusan IT. Setelah kuliah beberapa semester di Binus, ia lanjut memutuskan untuk mencari kerja. Motivasinya dulu adalah bekerja sambil kuliah. Jadi sekaligus untuk meringankan biaya kuliahnya.

Alhamdulillah pertengahan bulan September 1998 ia diterima kerja di salah satu perusahaan Jepang, yaitu di PT. MSA Manufacturing, yang berlokasi di Cibitung. Ohya, selama ia kuliah dan bekerja, mba Wilda tinggal di Bekasi. Jadi aktivitasnya lumayan ujung ke ujung, Cibitung – Bekasi – Jakarta. Ya, kampus Binus yang ada di Jakarta Barat. Per tanggal 3 September mba Wilda sudah menjadi pegawai tetap disana. Ohya, ia bekerja di bagian inspeksi (lapangan). Dalam 1 divisi terdapat 80 orang cowo dan hanya 4 orang cewe, termasuk mba Wilda. Yess.. kebayang ya, jadi seperti berada di sarang penyamun 🙂 Tapi ia merasakan walaupun lingkungannya adalah cowo semua, ia merasakan ada kenyamanan disana.

Sebelum selesai masa kerjanya di perusahaan asing di Cibitung ini, ia menyambi kerjaan lain di Jakarta, di perusahaan asing. Dan disini ada jenjang karirnya. Mulai dari staf, marketing manager, sampailah di tahun 2011 ia menjadi IT Director. Serius asli ini keren ya! 🙂

Awalnya kuliah di Binus (Jakarta). Tapi karena lokasi kerjanya  di Cibitung, jarak yang gak dekat, akhirnya ia pindah kuliah yang dekat dekat lokasi kantor yaitu di Bani Saleh, Bekasi, untuk menuntaskan kuliah S1-nya. Waktu ia kuliah di Jakarta tahun 1998, hal yg paling membuat dia stress adalah banyaknya pemulung di dekat tempat tinggalnya, yaitu di daerah Kaum Bekasi. Hampir tiap hari ia menangis melihat pemulung tidur di pinggir jalan. 

Peduli Terhadap Sampah

Aslinya mba Wilda itu merasa sangat jijik terhadap sampah dan kamar mandi. Bahkan sejak kecil untuk buang air kecil ke kamar mandi aja jijik. Sampai sekarang dia gak pernah tertarik dengan kamar mandi. Saat dia bekerja di perusahaan Jepang, karena melihat sampah di Jakarta sudah tidak terbendung lagi, bosnya pernah bilang, nanti kira2 40 tahun lagi kamu akan hidup di atas sampah. Bahkan saat dia menjadi consultant IT di perusahaan Amerika, saat keliling2 Jakarta dan lihat tepi sungai banyak sampah, bosnya juga pernah bilang kamu akan hidup diatas sampah! Siapa sangka, kata-kata ejekan itu sangat terngiang-ngiang di telinga mba Wilda. Sampai akhirnya ia kepikiran dan menjadi phobia terhadap sampah.

Sejak ia sampai di Jakarta, ia langsung tinggal di Bekasi dan langsung merasa nyaman tinggal di Bekasi. Dulu tinggal di kosan sampai akhirnya skrg sudah punya rumah tinggal sendiri di Bekasi. Dulu mba Wilda tinggal di kos-kosannya pak RW. Alasannya karena mencari yang ada keluarga. Jadi lebih aman bila keluar rumah atau jika harus meninggalkan rumah. Alhamdulillah kebetulan pak RW-nya baik banget. Jadi membuat mba Wilda cukup lama tinggal disana.
Sejak ia kuliah sudah aktif di kegiatan pecinta alam. Jadi tidak salah saat dia sudah bekerja ia ada rasa peduli terhadap sampah. Bersama dengan suami dulu pernah aktif di kegiatan sosial Green Peace dan aktif menjadi donaturnya. Nah oleh karena itu sejak aktif di green peace ia mulai menggerakan kegiatan bersih-bersih di lingkungan tempat tinggalnya. Jadi donatur bersama suami. Mulailah terpikirkan bagaimana membuat orang peduli terhadap sampah (lingkungan).

Nah hasil dari kegiatan sosial di green peace itu ia berhasil kumpulkan untuk biaya kegiatan sosial kecil-kecilannya di lingkungan tempat ia tinggal. Tapi kegiatannya masih sangat terbatas. Para relawan sampah running kalau ada kepentingannya aja. Seperti kalau ada lomba, atau ada hal lain. Gak pernah ada yang sustainable.
Dulu sudah ada bank sampah. Bank sampah adalah kegiatan mengumpulkan sampah yang masih bisa berdaya guna seperti bungkus bekas detergen, botol aqua dsb. Nanti bungkusnya dikumpulkan lalu dicatat di sebuah buku pencatatan. Namanya bank sampah. Tentang pengeluaran masuk dan keluarnya sampah. Kinerjanya sama seperti buku rekening sampah.
Fashion is Her Passion

Mba Wilda dulu juga sempet menjalani usaha fashion bersama suaminya. Dan workshopnya di Bandung. Bahkan sejak kuliah ia sudah berjualan celana jeans. Dan ditawari ke teman-teman kampusnya. Bahkan sudah punya pelanggan tetap hampir di seluruh Indonesia. Sudah punya brand clothing sendiri juga. Sempat endorse beberapa band juga. 

Tapi karena capek bolak balik Bandung (durasi seminggu sekali) akhirnya dia dan suami sepakat untuk berjualan baju-baju tanah abang dan menjualnya di online (kaskus) aja di tahun 2007. Ia sempat berjualan barang2 KW juga seperti tas. Tapi punya rasa kekhawatiran juga karena menjual barang2 palsu. Karena mba Wilda lulusan IT dan sangat mengerti tentang perundang2an di IT bagaimana. Jadi seperti ada beban. Jadi berjualan tas2 KW ini dihentikan lalu ia memutuskan untuk berjualan baju dan sepatu saja. Supaya tidak ada masalah dengan legalitas barang. Berjualan fashion ini merupakan bagian dari passionnya. Bukan semata-mata karena mencari uang. Tapi hanya untuk melampiaskan passionnya di bidang fashion. Namanya juga cewe yang hobby shopping. Jadinya disamping ia berbelanja untuk diri sendiri, ia juga menjual barang-barang. Hehee sama ya kayak eike 🙂 Waktu itu mba Wilda menjalani usaha online fashion ini sampai thn 2011 dan itu masih berstatus karyawan.. Karena ada beban tersebut akhirnya jualan pakaian dan sepatu.
Beralih ke Usaha Kuliner

Sambil menjalani usaha clothing onlinenya, ia membuka lesehan warung makan dari daerah Jawa Timur. Seperti ayam penyet, lele penyet, dan sebagainya, dibantu dengan karyawan. Nama lesehannya adalah Rames Kampung. Jadi tips mba Wilda membagi waktunya yaitu pagi, sebelum berangkat kerja, ia masak terlebih dulu. Waktu itu ia sempat dibantu oleh seorang karyawan sebagai koki. Karena omsetnya lumayan, 1 tahun ia berhasil membuka 2 cabang di daerah Bekasi. 

Kokinya saat itu perempuan. Karena namanya perempuan tidak lepas dari satu permasalahan, menikah dan punya anak, akhirnya koki lesehannya resign, jadi mba Wilda sempat menangani usaha lesehan ini seorang diri. Akhirnya karena kewalahan, mba Wilda gak bisa memasak semua kuliner Jawa Timur (seperti rawon), daripada takut mengecewakan pelanggan, akhirnya usaha lesehannya ini berubah menjadi Sate Bebek. Masih dalam kategori kuliner. Dan masih 1 nama. Setelah itu karena tidak bertahan lama, usaha Sate Bebeknya ini beralih menjadi usaha Mie Ayam. Maksudnya demi untuk menutupi biaya operasional usahanya.
Karena karyawan Mie Ayam ini masih muda-muda usianya, yang belum fokus kepada dunia kerja, yang pikirannya masih have fun aja, akhirnya mba Wilda memutuskan untuk menutup usaha Mie Ayam ini. Sempat terjadi pertentangan juga dengan suaminya atas keputusan mba Wilda ini. Jadi total ada 2 usaha yang officially ditutup oleh mba Wilda, yaitu fashion dan Mie Ayam ini.

Beralih ke Sampah

Setelah menutup usahanya ini, akhirnya mereka berpikir, usaha apalagi ya? Mba Wilda sempat melisting bermacam-macam jenis usaha, dari nomor 1 sampai dengan 10. Entah kenapa di angka 10 ketemu usaha ‘Sampah’ ini. Dilingkarilah besar-besar. 

Mba Wilda sempat berpikir ingin usaha sampah, ada 2 yang menjadi alasan kuatnya. Pertama, atas dasar ekonomi, untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kedua, usaha ini memang butuh penanganan lebih. Tahap awalnya, ia menggerakan dari sampah rumah terlebih dahulu. Mulailah memilah-milah jenis sampah organik dan an organik. Karena ia penasaran akan harganya, akhirnya dari sampah yang ia kumpulkan tersebut, ia coba jual kepada pengepul. Ia tahu info pengepul dari pemulung yang sering lewat depan rumah.
Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Sedikit demi sedikit ia kumpulkan hasil penjualan sampah itu. Ternyata setelah terkumpul lama-lama ia sadar, kok dari sampah bisa untuk membayar tagihan listrik ya? Kok bisa mencukupi kebutuhan keluarga ya? Saat itu mba Wilda benar-benar mengalami krisis ekonomi. Dan benar-benar merasakan manfaatnya dari penjualan barang yang orang anggap tidak ada nilainya. 
Nah dari situlah ia terinspirasi bahwa sampah yang orang anggap ‘hanya sampah’, tapi bisa berdaya nilai jual yang tinggi. Bahkan bisa untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga. 
Yang dijual kepada pengepul adalah Sampah Anorganik (seperti plastik, kertas dll). Sedangkan sampah organik, mba Wilda olah kembali menjadi sesuatu yang berdaya guna. Awalnya sampah organik ini tidak ada yang mau menyentuh sama sekali. Nah akhirnya ia kepikiran untuk mengubah sampah organik menjadi Pupuk Kompos. 
Nah, mulailah ia bereksperimen dengan beberapa formula (bahan kimia), lalu ia taruh ke beberapa gentong. Pengetahuan tentang pembuatan pupuk ini semua ia pelajari (sendiri) dari internet. Lama kelamaan tetangga ada yang mengetahui eksperimen mba Wilda ini dan mencari tahu apa itu sebenarnya. Diceritakanlah semua tentang eksperimen mba Wilda itu ke para tetangga. Dan mereka curious kenapa pupuk ini gak bau sama sekali? 
Setelah semua sudah bisa diolah, tinggallah hanya popok saja yang tidak bisa diuraikan. Biasanya ia suka membeli kompos IDR 50000 sebulan, sekarang ia bisa memakai pupuk kompos hasil buatannya sendiri. Akhirnya ia terinspirasi bagaimana kalau setiap ibu rumah tangga melakukan ini semua? Dia mulai menghitung dengan hitungan sederhana. Andaikan 1 RT ada 100 KK, ada berapa yang bisa dihasilkan. Misalnya saja 1 rumah bisa menghasilkan IDR 100000, ada 100 KK, berarti 100 x IDR 100.000 = IDR 10.000.000 untuk 1 RT. Jika dikali 30 dalam sebulan 1 RT bisa menghasilkan 30 x IDR 10.000.000 = IDR 300.000.000. Lumayan banget hasilnya. 
Inspirasi gerakan mengumpulkan sampah awalnya ia ingin menawarkan kepada lingkungan RT-nya. Tapi melihat habitat lingkungannya yang gak pernah keluar rumah dan sangat indivualis, lalu ia urungkan niatnya. Akhirnya ia mencari komplek yang crowded dan kira-kira punya permasalahan tentang sampah, yang punya masalah tidak bisa membayar sampah, dan sebagainya. Prosedurnya, ia mendatangi pihak RT dan masuk ke kegiatan PKK atau arisannya, lalu ia coba mengajukan kegiatan ini. 
Mba Wilda mulai fokus ke sampah organik (sampah kering). Yang bisa dikelola oleh masyarakat, lalu hasilnya masyarakat bisa jual kembali ke lapak mereka masing-masing. Mba Wilda tinggal membuat bank sampah. Dulu awalnya mba Wilda gak fokus ke sampah kering, karena sampah kering sudah banyak pelakunya. Jadi dulu mba Wilda mengajak para masyarakat untuk mengelola sampah an organik. Dulu ia coba menjual hasil olahan kompos ini ke masyarakat. Tapi gak banyak yang berminat. Karena untuk menghidupi ekonomi keluarga aja masih sulit, apalagi harus membeli kompos itu? Dia mulai menawarkan apakah mau meminjam gentongnya. 
Setelah masyarakat mau mengelolanya, problem selanjutnya adalah pemasaran. Masyarakat bingung menjualnya kemana. Akhirnya mba Wilda coba bantu membelinya kembali lalu coba jual kembali ke tukang tanaman. Satu dua kali penjualan masih lancar. Tapi permasalahan selanjutnya adalah tukang tanaman itu tidak bisa membeli dalam jumlah besar. Akhirnya mba Wilda terinpirasi harus punya wadah untuk penjualan hasil pengolahan sampah kompos tersebut. Ia pakai pupuk komposnya, lalu ia berikan bibitnya kepada masyarakat, supaya mereka kelola lagi. Dan mba Wilda yakin bisnis ini pasti jalan.

Kemudian dari sana ia terinspirasi membuat kelompok usaha bernama Kelompok Pengelola Sampah. Di dalamnya juga terdapat susunan ketua sampai anggota. Tapi mba Wilda menginginkan kelompok usaha ini sama seperti susunan direksi di kantor. Ketua diganti dengan direktur. Bendahara diganti dengan Finance, dan sebagainya. Supaya tercipta di mindset mereka bahwa ini adalah suatu usaha, suatu kegiatan yang menghasilkan uang, bukan murni kegiatan sosial.

Saat usaha ini berjalan, ia sempat merasa bingung dan ragu, apakah membuat PT atau yayasan? Akhirnya ia memutuskan untuk membuat PT. Namanya PT. Xaviera Global Synergy. Karena ia merasa ini adalah kegiatan usaha berbasis komersial. Kelompok harus untung, masyarakat harus diuntungkan. Kelompok harus bisa menghasilkan, sehingga usaha ini tetap sustanaible. Karena misi kelompok di awal adalah bagaimana mengajak masyarakat luas mau memilah sampah. Setelah dipilah-pilah, mereka mau jual kepada pemulung, silakan aja, akan disiapkan wadah, yang nantinya mereka bisa menyetornya kepada bank sampah. Jika mereka mengelola sampah tersebut, mba Wilda yang menjadi penjaminnya. Karena kendala utama dari masyarakat adalah pemasaran.

Ohya, dulu ia mendirikan PT ini untuk usaha export importnya. Tapi karena kendala ia hamil, ia langsung menggabungkannya dengan usaha sampah ini aja. Daripada ribet urus segala perijinan lagi seperti TDP, SIUP dan segala macamnya lagi, yasudahlah jadi satu aja, begitu pemikirannya.

Tahap awal PT ini dibangun, ia sempat meminta support ke pemerintahan. Tapi yang ada usahanya NIHIL, alias tidak mendapat dukungan apa-apa dari pemerintah. Ia sempat menyiapkan segala proposal untuk diajukan, beserta segala program-program yang akan dijalankan. Tapi ndilalahnya, program-programnya itu dicopy habis oleh pihak pemerintah, dan diakui sebagai program pemerintah. Akhirnya ia hentikan aktivitasnya ini. Langsung fokus kepada kelompok usaha masyarakat aja. Berapapun dana yang dihasilkan ia kelola kembali hasilnya. Jika ada dana untuk instalasi kecil, ia buat instalasi kecil. Jika ada dana besar, ia buat instalasi yang besar. Ini semua ia lakukan murni atas usaha dan modal sendiri, tanpa ada dukungan dari pemerintah. Instalasi itu adalah mesin pengolahan sampah.

Masyarakat gak harus jadi pengelola, mereka ada yang hanya ingin jadi investor, dipersilakan saja. Dulu awal-awal membangun PT Xaviera ini omsetnya minus, boro-boro mau memikirkan untungnya berapa. Yang terpenting tujuan awal bisa terpenuhi, yaitu masyarakat bisa jalan. Pembinaan yang ia lakukan semua digratiskan, karena tujuan awalnya yaitu supaya masyarakat bisa berusaha, bisa menjalankan potensi yang ia punya dulu.

Rata-rata binaan masyarakat yang PT Xaviera kelola meminta jaminan pemasaran, oleh karena itu mba Wilda membuka program mitra kerjasama. Jadi kedua belah pihak sama-sama diuntungkan. Masyarakat yang kelola, lalu hasilnya PT Xaviera yang pasarkan. Bisa hasil olahan pertama, atau kedua. Untuk target pemasaran dari PT. Xaviera adalah ke industri besar. Hasil olahan an-organik ada yang berupa biogas (mandiri energi), karena secara bisnis harus punya instalasi yang besar. Hasil lainnya seperti olahan plastik bisa jadi minyak, lalu minyaknya dijual.

Lalu hasil olahan sampah lainnya adalah dari pembalut bekas. Caranya, pembalut bekas dibakar, lalu panas asapnya digunakan untuk pengolahan plastik menjadi bijih plastik, lalu abunya dijual lagi untuk bikin batako. Intinya semua jenis sampah ada hasilnya dan dijamin pemasarannya.

Untuk pengolahan organik, PT Xaviera juga punya pengolahannya. Yaitu pengolahan pertanian organik. Salah satu hasil olahannya yaitu Beras Organik. Yang sampai sekarang sudah jadi turunan bisnis keduanya. Jadi business processnya yaitu benar-beanr dari hulu ke hilir, semua dijaminkan.

Menjalankan usaha organik ini tidaklah mudah. Terutama untuk menjamin para petani untuk bisa menanam secara organik. Nah, perbedaan antara organik dan konvensional yaitu dari sisi treatment penanaman yang khusus. Jika yang organik tidak ada semprotan kimia sama sekali (ada yang memakai kompos hasil olahan, atau pupuk alami). Selain itu hasil olahannya ada yang berupa pupuk organik. Sedangkan yang konvensional menggunakan zat kimia (pestisida). Oleh karena itu harganya beras organik itu jauh lebih mahal. Lokasi pertaniannya salah satunya yaitu di daerah Lombok. Dan nama beras organiknya adalah Lombok Natural Rice. Ia juga memanfaatkan kurir antar kirim beras organik sendiri. Waah keren ya 🙂


Solusi yang PT. Xaviera tawarkan kepada masyarakat adalah Program, Pendampingan, Teknologi, dan Jaminan Pasar.

Yeay… selesai sudah interview saya dengan mba Wilda seharian penuh. Tampaknya interview 3 jam belum mencakupi keseluruhan business processnya, tapi cukup mewakili. Dan saya seneng banget bisa ngobrol dengan beliau sejauh ini. Harapan beliau tidak muluk-muluk, yaitu ia ingin semua masyarakat peduli terhadap sampah. Jangan menunggu ada bantuan atau program dari pemerintah terlebih dahulu. Mulailah dari kesadaran diri sendiri dulu. Itu saja. Jika semua masyarakat mau dan ingin peduli terhadap lingkungan, pastinya bisa menjadikan lingkungan sekitar kita menjadi lebih baik, khususnya Indonesia.

Banyak orang yang peduli terhadap oranglain, namun tidak banyak orang yang peduli terhadap oranglain dan lingkungan. Buat saya mba Wilda adalah salah satu orang yang peduli terhadap oranglain sekaligus peduli terhadap lingkungan. Wilda Yanti, Sang Local Heroes, Si Ratu Sampah From Zero to Hero 🙂

Artikel ini diikutsertakan dalam penulisan local heroes dalam program Made of Minds. Nah, ini adalah pahlawan versi saya. Bagaimana dengan kamu? 🙂

3 Responses

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *